Jakarta – PPATK menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) Tahun 2019 dengan mitra kerja untuk memperkokoh sinergi upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi. Sebab, tindak pidana korupsi merupakan tindak pidana asal yang berisiko tinggi dalam tindak pidana pencucian uang (TPPU).
“Oleh karena itu, diperlukan kerja nyata baik dari PPATK, KPK, LPP, dan pihak pelapor untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi tersebut sehingga risiko terjadinya tindak pencucian uang dapat menurun,” kata Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin dalam sambutan acara di Ballroom Hotel Ayana, Jalan Sudirman, Jakarta, Selasa (26/2/2019).
Rakor ini dihadiri oleh mitra kerja seperti Penyedia Jasa Keuangan (PJK), Penyedia Barang dan/atau Jasa Lain (PBJ) Profesi, Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJD), Real Estate Indonesia (REI), Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), Ikatan Notaris Indonesia (ND), dan Lembaga Sertifikasi Profesi Financial Planning Standards Board Indonesia (LSP FPSB). Turut pula hadir Ketua KPK Agus Rahardjo.
“Koordinasi bersama dengan Lembaga Pengawas dan Pengatur (LPP) seperti OJK dan BI untuk melakukan joint audit pengawasan kepatuhan atas pihak pelapor yang berada di bawah pengawasan LPP tersebut, seperti joint auditBank Pembangunan Daerah yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh pemda untuk menilai good corporate governance (GCG)-nya,” ucap Kiagus.
Selain itu, ia menyebut akan mempersempit ruang gerak pelaku pencucian uang dengan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal yang akan membatasi nominal transaksi tunai yang dilakukan di industri keuangan.
“Bantuan pihak pelapor untuk keperluan yang tergolong berisiko tinggi dengan membangun database politically exposed person (PEP) berbasis single identity number (SIN). Hal ini akan mempermudahkan pihak pelapor untuk menandai dan memantau transaksi keuangan dari PEP tersebut, yang apabila setelah dianalisis merupakan transaksi keuangan mencurigakan akan dilaporkan ke PPATK,” jelas dia.
Lebih lanjut, ia berjanji membantu menciptakan pilkada dan pemilu yang bersih dan berintegritas, dengan melakukan riset lanjutan untuk menilai risiko dana kampanye digunakan sebagai sarana pencucian uang.
“Serta penentuan indikator transaksi keuangan yang diambil pada dana kampanye tersebut,” kata dia.