Jakarta – Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) meminta agar penerapan pajak toko online bisa ditunda seraya adanya pengkajian ulang dengan studi komprehensif.
Kementerian Keuangan, lewat Direktorat Jenderal Pajak, resmi menerbitkan aturan pengenaan pajak bagi para pelaku e-commerce alias toko online di Indonesia.
Aturan tersebut berupa Peraturan Menteri Keuangan 210/PMK.010/2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan melalui Sistem Elektronik yang akan berlaku pada 1 April 2019.
Penerapan tersebut memunculkan kekhawatiran dari pihak idEA. Menurut Ketua Umum idEA Ignatius Untung, salah satunya dikarenakan pihaknya belum mendapat data-data mengenai dampak dari penerapan kebijakan ini.
“Kami melihat belum ada kajian komprehensif soal ini. Sejauh ini kami belum dapat kesempatan untuk ditunjukkan datanya. Ketika ini diberlakukan impact-nya seperti apa, biayanya seperti apa, risikonya apa, keuntungannya apa itu belum ada,” ujar Ignatius saat konferensi pers di idEA Space di kawasan Jakarta Selatan, Senin (14/1/2019).
Untuk diketahui, peraturan ini mengharuskan pedagang online yang berjualan di platform e-commerce harus memililiki dan memberitahukan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau Nomor Induk Kependudukan kepada pihak platform e-commerce.
Menurut Ignatius ketentuan tersebut akan menyulitkan usaha mikro yang baru memulai bisnisnya. Selain itu, ia menganggap bahwa usia industri e-commerce saat ini masih sangat muda untuk dibebani kewajiban seperti ini.
Sehubungan dengan itu, Ignatius pun meminta agar pemerintah untuk menunda kebijakan tersebut dan melakukan pengkajian lebih lanjut.
“Kita meminta Kementerian Keuangan untuk menunda dan mengkaji ulang keputusan PMK ini dengan studi-studi yang lebih komprehensif,” jelas Ignatius.
“Kami siap untuk untuk diajak bekerjasama dan mencari jalan keluarnya. Kalau misalnya jalan keluarnya bahwa ini tidak akan menyulitkan industri kami, dan bahkan mempermudah dan memperbesar kontribusi ekonomi, pasti akan kita dukung,” pungkasnya.