Ada beberapa persepsi yang berbeda mengenai PPN konsinyasi bahwa atas transaksi tersebut ada banyak perusahaan yang tidak tahu tentang kewajiban ini, sekali pun perusahaan besar dengan jasa konsultan pajak ternama sekalipun, hal ini kadang lolos. Padahal, secara aturannya jelas semenjak tahun 1985 sebagai berikut :
SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE – 28/PJ.3/1985
TENTANG
PERDAGANGAN KONSINYASI (SERI PPN-41)
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan berbagai pertanyaan yang diajukan dalam pertemuan mengenai masalah tersebut di atas, maka untuk keseragaman penafsiran bersama ini diberikan penegasan sebagai berikut :
menurut ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 huruf d angka 1) huruf d) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984, penyerahan Barang Kena Pajak kepada pedagang perantara terhutang Pajak Pertambahan Nilai.
Yang dimaksud dengan pedagang perantara adalah pengusaha dengan nama atau dalam bentuk apapun (kecuali Makelar yang diangkat dan disumpah oleh Departemen Kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang) yang melakukan usaha perdagangan perantara termasuk perdagangan dalam konsinyasi.
Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984, pajak terhutang pada saat penyerahan Barang Kena Pajak kepada pedagang perantara dimaksud. Berdasarkan ketentuan tersebut diatas, Pajak Pertambahan Nilai (Pajak Keluaran) harus dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang bersangkutan pada saat penyerahan Barang Kena Pajak kepada Pedagang Konsinyasi tersebut. Faktur Pajak harus dibuat paling lambat 10 (sepuluh) hari sesudah penyerahan Barang Kena Pajak dan dibuat dengan mencantumkan nama pedagang konsinyasi sebagai Pembeli (harus lengkap nama, alamat dan NPWP-nya).
Dalam hal Barang Kena Pajak yang diserahkan kepada pedagang perantara tersebut kemudian ternyata tidak laku dijual dan dikembalikan oleh pedagang yang bersangkutan maka pedagang tersebut harus membuat “Nota Retur” kepada Penjual. Berdasarkan Nota Retur yang dibuat oleh Pembeli (pedagang konsinyasi), maka Penjual dapat mengurangkan Pajak Keluaran yang terhutang dalam Masa Pajak pada saat diterimanya Nota Retur tersebut.
Contoh :
a) Harga Barang Kena Pajak yang dikembalikan oleh Pembeli dalam bulan Mei 1985 adalah Rp. 100.000,-. jumlah Pajak Pertambahan Nilai adalah : 10% x Rp. 100.000,- = Rp 10.000,-. Pembeli membuat Nota Retur sebesar Rp. 10.000,-
b) Pajak Pertambahan Nilai dari jumlah penjualan (oleh Penjual) dalam bulan Mei 1985 yang harus disetor ke Kas Negara adalah Rp. 60.000,-.Jumlah Rp. 60.000,- oleh Penjual dapat dikurangkan lagi dengan Rp. 10.000,- berdasarkan Nota Retur tersebut pada a, sehingga jumlah yang harus disetor ke Kas Negara adalah Rp. 60.000,- – Rp. 10.000,- = Rp. 50.000,-. Ketentuan mengenai Nota Retur tersebut diatas diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No.: 987/KMK.04/1984 tanggal 18 September 1984 tentang “Tata Cara pengurangan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah untuk Barang Kena Pajak dan/atau Barang Mewah yang dikembalikan.
Demikian untuk dimaklumi.
A.n. DIREKTUR JENDERAL PAJAK
DIREKTUR PAJAK TIDAK LANGSUNG
ttd
Drs. DJAFAR MAHFUD
Sumber : https://www.online-pajak.com/peraturan/surat-edaran-dirjen-pajak-se-28pj31985
PENYERAHAN BKP SECARA KONSINYASI
Penyerahan Barang Kena Pajak secara konsinyasi termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak (Pasal 1A huruf g UU Nomor 42 TAHUN 2009). Dalam hal penyerahan secara konsinyasi, PPN yang sudah dibayar pada waktu BKP yang bersangkutan diserahkan untuk dititipkan dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak terjadinya penyerahan BKP yang dititipkan tersebut.
Sebaliknya, jika BKP titipan tersebut tidak laku dijual dan diputuskan untuk dikembalikan kepada pemilik BKP, Pengusaha yang menerima titipan tersebut dapat menggunakan ketentuan mengenai pengembalian BKP (retur) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5A Undang-undang ini.
SYARAT PENYERAHAN BARANG ATAU JASA TERUTANG PPN (penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf a dan c UU Nomor 42 TAHUN 2009)
Pengusaha yang melakukan kegiatan penyerahan BKP atau JKP meliputi baik Pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi PKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3A ayat (1) maupun Pengusaha yang seharusnya dikukuhkan menjadi PKP, tetapi belum dikukuhkan.
Penyerahan barang atau jasa yang dikenai pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : (Penjelasan pasal 4 ayat (1) huruf a dan c)
1. Yang diserahkan merupakan BKP atau JKP;
2. Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean; dan
3. Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.
Syarat ini bersifat kumulatif. Dengan demikian, apabila ada satu atau lebih syarat tersebut tidak terpenuhi maka atas penyerahan barang tersebut tidak dikenai PPN.
KETENTUAN TERKAIT
Pasal 1A, Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 8 TAHUN 1983 tentang PPN dan PPnBM sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 42 TAHUN 2009
SE-130/PJ/2010 tentang penegasan perlakuan PPN atas penyerahan BKP dan hak atas BKP yang berada diluar daerah pabean